Rendra Soedjono dan Binder Singh, duet yang jadi aktor pada laga itu. (Sumber: Instagram/RendraSoedjono)

Bicara Layar Kaca #2: Komentator Sepak Bola Lokal Naik Kelas, Siapkah Indonesia?

Suara Indonesia di siaran sepak bola internasional? Masalah, gitu?

Fikri Rachmad Ardi
5 min readDec 23, 2017

--

Tulisan ini jelas menanggapi kejutan yang diberikan SCTV saat laga “mahadahsyat” persepakbolaan dunia hadir di jam utama: Rendra Seodjono dan Binder Singh menggantikan komentator keminggris yang lazim kalian dengarkan saat nonton La Liga Spanyol di jam subuh itu. Sebenarnya baik, tetapi ada baiknya…

Kejutan spesial dihadirkan SCTV mengiringi salah satu pertandingan sepak bola besar di Liga Spanyol musim 2017/2018, Sabtu (23/12) lalu. Kebetulan laga ini berlangsung di jam utama (primetime) dengan sepak mula jam 19.00 WIB, jam sepak yang ganjil untuk sepak bola Spanyol. Namun, demi alasan menggenjot penonton Asia sehingga waktu sepak mula bisa lebih siang, inovasi ini diadakan.[1] Inovasi berikutnya dipasang oleh TV berlogo matahari ini. Biasanya, kalau nonton bola luar negeri bawaannya paling pas pakai komentator dengan bahasa Inggris. SCTV punya cara lain. Rendra Soedjono dan Binder Singh yang biasanya jadi pembawa acara plus komentator hingga sebelum laga dimulai, kini justru diteruskan sampai laga habis. Seketika penonton bola Indonesia yang duduk manis di layar SCTV sontak terbelah di ranah Twitter (mungkin bagi penonton selain di SCTV cuma dapat sayup-sayup informasinya, ‘kan baru tahu).

Ada yang mendukung

Perlu diketahui, melokalkan komentator pada pertandingan olahraga sudah diterapkan banyak stasiun TV. Penonton bulu tangkis di Kompas TV sudah paham kalau selain pertandingan yang ada Indonesia-nya, pertandingan pebulu tangkis lain juga dikomentari dengan bahasa Indonesia. Di dunia balap, Global TV (kini “lobal”-nya hilang) pernah menghadirkan Hilbram Dunar dan kawan-kawan untuk duduk mengomentari aksi pembalap Formula Satu pada musim lalu, padahal sebelumnya mereka berhenti celoteh sebelum balapan dimulai.[2] — Kamu punya contoh lain? Silakan diteruskan di kolom respons, ya.

Inovasi Rensu dan Binder di kursi komentator El Clasico sedikit mengingatkan kita dengan apa yang mereka lakukan sebagai komentator sepak bola, tapi di kodrat yang sudah mereka jalani seperti biasa: sepak bola Indonesia. Aura inilah yang diboyong SCTV untuk menanggapi apa yang Cristiano Ronaldo CS lakukan untuk mendulang poin di kandang sendiri, juga bagi Lionel Messi dkk. Rasa Liga 1, tempat Rendra Soedjono sebelumnya sering mengomentari laga, terasa kuat. Saya coba kutip beberapa twit yang pro akan kehadiran duet komentator ini.

Dari secuil komentar yang berseliweran, aura penonton otomatis terngiang pada apa yang dilakukan Mas Rensu di Liga 1. Rensu, seperti apa yang dia lakukan sebelumnya, lugas menantau jalannya pertandingan, mulai dari siapa saja yang membawa bola, sampai apa yang sebenarnya perlu dilakukan agar timnya menang. Masukan Binder Singh juga turut mewarnai jalannya pertandingan, makin lengkap rasa Liga 1 (atau malah Piala Presiden serta TSC yang tayang di stasiun TV yang sama). Beruntung mereka sudah hapal siapa saja pemainnya. Ya tentu saja, laga besar dan komentator senior. Malu juga kalau masih kikuk, minimal sebut nama saja.Benar-benar sebuah warna lain dalam pertandingan sepak bola luar negeri dengan siaran internasional.

Amukan yang Menggelora

Bagi mereka yang belum siap, sikap kontra adalah jalan terbaik. Di antaranya seperti ini.

Hal tersebut mungkin sejalan dengan jajak pendapat yang dirilis penulis saat pertandingan. Memang banyak yang against.

Yang kontra ini sebenarnya adalah apa yang menjadi momok bagi mereka yang menghadapi keganjilan ini, setidaknya begitulah apa yang dipikirkan beberapa warganet ini. Komentator play-by-play asli dengan bahasa Inggris “hilang”.[3] Banyak kata-kata seandainya.[4] Analisis kadang kurang jitu. Sampai ada paksaan seorang warganet untuk mencabut hak siar karena sajian yang seperti itu.[5] Yhaaa… Gimana ya?

Patri

Aduh. Apalah penonton kita yang berpikir bahwa komentator ya di antara dua ini. Makin terpatrilah orang-orang ini soal sikap tentang komentator sepak bola Indonesia. (Sumber: Youtube/BarcaRiezkyEDIT)

Menurut penulis, apa yang ada di top-of-mind penonton sepak bola Indonesia sudah terpatri hal-hal ini:

  1. Mau komentar saat pertandingan sedang berjalan, bahasa harus dilebih-lebihkan. Setidaknya persetujuan ini dijurnalkan oleh Mardiansyah, Ermanto, dan Amir (2012). Mereka berargumen bahwa kebanyakan komentar yang dibawakan oleh komentator sepak bola yang disiarkan oleh stasiun televisi swasta di Indonesia terlalu berlebihan dan mengandung banyak gaya bahasa.[6] Termasuk penggunaan ahay, jebret, mamayo, dan konconya.
  2. Inginnya komentator harus semangat sehingga terlihat “lucu”, biar pertandingan tidak membosankan. Tapi, ya kalau berlebihan bikin kesal juga. Setidaknya begitu apa yang dikatakan Budi Windekind pada Footballtribe (2017).[7]
  3. Aneh mendengar komentator Indonesia di laga sepak bola internasional. Ini yang jadi masalah. Kita belum terbiasa soal ini. Kita selama masih mendengar sayup-sayup komentator yang terdengar berkualitas yang berbahasa Inggris itu. Seakan-akan apa yang mereka celotehkan melecut semangat penggemar. Sementara itu, komentator lokal kita sudah terpatri dengan sikap seperti itu. Pergantian ini jadi terasa aneh.

Padahal, inovasi SCTV ini bisa jadi kabar baik bagi para komentator supaya perbendaharaan ilmu mengomentari pertandingan sepak bola makin kaya, tidak hanya di liga lokalan saja. Bagi penonton yang bahasa Inggris-nya kurang sip, kehadiran mereka ini bisa jadi alternatif untuk menerjemahkan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Wong negara lain yang punya siaran bola luar negeri sanggup sediakan komentator lokal. Atau, ya, dari BeIN Sports itu.

Ya, tapi sekali lagi Indonesia belum siap. Respon baik sedikit, amukan masih banyak. SCTV (dan TV sejenis yang berminat ingin melakukan hal serupa) perlu menyosialisasikan keberadaan komentator seperti Binder dan Rensu. Makin banyak aksi “nekad” seperti ini, syukur-syukur pemikiran masyarakat soal komentator di laga internasional ini bisa berubah. Sekalian mendukung program pemerintah yang mengutamakan bahasa Indonesia di keseharian juga, bukan? (*)

--

--

Fikri Rachmad Ardi
Fikri Rachmad Ardi

Written by Fikri Rachmad Ardi

NEW SERIES: MEMPERTANYAKAN VOLI - Oktober 2023 - Juli 2024. Juga menulis seri Bicara Layar Kaca apabila sempat.

No responses yet